Sritex, pabrik yang memproduksi seragam militer dan pelindung tubuh, ingin bangkrut

Uncategorized30 Dilihat

Jakarta, CNBC Indonesia – Kualitas kain dan pakaian PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL) diakui secara internasional. Perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah ini memproduksi berbagai produk global.

Misalnya saja di sektor pakaian jadi, pabrik Sritex juga memproduksi beberapa produk fashion ternama seperti Zara, Guess dan Timberland. Mereka pun terus melakukan inovasi model dengan mengembangkan berbagai jenis.

Namun produk yang bisa dikatakan luar biasa adalah seragam militer dengan kemampuan khusus. Ini termasuk seragam anti peluru, tahan api, anti radiasi dan anti inframerah.

Itu sejarah untuk saat ini karena Sritex kini mulai tenggelam. Perusahaan menghadapi hutang yang semakin besar, menghentikan perdagangan saham dan berada dalam bahaya delisting.

Perdagangan saham SRIL telah dihentikan sejak 18 Mei 2021 dan akan memasuki bulan ke-34 pada Maret 2024. Sedangkan menurut situs resmi perseroan, laporan keuangan terakhir diterbitkan pada September 2022.

Hingga September 2023, total liabilitas SRIL sebesar US$1,55 miliar atau setara Rp24,16 triliun (kurs = Rp15.600 per dolar AS). Jumlah tersebut didominasi oleh utang berbunga seperti pinjaman bank dan obligasi.

Rincian utang bank dan obligasi yang dimiliki Sritex adalah sebagai berikut:

– Utang bank jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun senilai US$13,06 juta atau Rp 203,67 miliar,

– Utang berjangka kurang dari satu tahun sebesar 5 juta dollar AS atau Rp 78 miliar,

– Utang bank dan obligasi jangka panjang sebesar US$1,33 miliar atau Rp20,57 triliun.

– Total utang bank dan obligasi sebesar US$992 juta atau Rp 15,49 triliun.

– Surat utang jangka menengah senilai US$14,58 juta atau Rp 227,5 miliar.

Baca Juga  Dimulainya pembangunan sister project PTPP dan KDTN, selesai 4Q 2024

– Total obligasi senilai US$368,25 miliar atau Rp5,744 triliun.

Foto: Pabrik Sritex (Bloomberg via Getty Images/Bloomberg)
Pabrik Sritex (Bloomberg melalui Getty Images/Bloomberg)

Jumlah tersebut setara dengan 86,88% dari total liabilitas tersedia per September 2023. Utang yang aman didominasi oleh jatuh tempo jangka panjang. Hutang jangka panjang merupakan hutang yang mahal karena harus dilunasi dalam jangka waktu yang lebih lama.

Perlu diperhatikan bahwa utang bank dan obligasi menghasilkan bunga yang harus dibayar selain jumlah pokoknya. Implikasinya adalah beban bunga akan mengikis pendapatan sehingga menyebabkan rendahnya profitabilitas.

Hutang yang banyak membuat Sritex kegemukan. Jumlah utang bank dan obligasi yang dimiliki melebihi jumlah aset yang dimiliki sehingga mengakibatkan defisit modal.

Ekuitas defisit juga sering disebut sebagai ekuitas negatif. Emiten yang ekuitasnya negatif akan berbahaya bagi investor karena merupakan tanda perusahaan sedang menuju kebangkrutan.

Total asetnya US$653 juta atau Rp 10,19 triliun. Dibandingkan total utang berbunga, defisit modal sebesar Rp 10,8 triliun.

Jika dibandingkan total aset dengan total liabilitas, maka defisit modal sebesar Rp 13,97 triliun.

Logika sederhananya: Misalnya, sebuah perusahaan membutuhkan likuiditas segera untuk melunasi utang yang jatuh tempo. Jika uang tidak cukup, Anda bisa menjual aset.

Sekarang. Dengan posisi ekuitas yang negatif, penjualan aset pun masih belum bisa membantu perusahaan keluar dari jebakan utang yang terlalu besar dan membutuhkan likuiditas segera.

Selain ekuitas negatif, ada indikator lain yang semakin menegaskan kondisi Sritex yang tidak sehat, yaitu rasio likuiditas dan rasio solvabilitas.

SRIL memiliki rasio lancar sebesar 175%, meskipun maksimal 100%. Rasio lancar digunakan untuk mengetahui seberapa mampu suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

Baca Juga  Utang bermasalah Dapen sudah Rp 3,61 ribu, OJK buka

Padahal utang jangka pendek merupakan yang paling berisiko dibandingkan utang jangka panjang dalam struktur permodalan. Karena harus segera dilunasi, jika tidak bisa dibayar, perusahaan akan dihadapkan pada pilihan sulit: likuidasi aset (jika jumlahnya cukup) atau refinancing atau kebangkrutan.

Sebagaimana dijelaskan dalam buku Darmawan Dasar-Dasar Pemahaman Rasio dan Laporan Keuangan, rasio lancar merupakan perbandingan antara aktiva lancar dan kewajiban lancar.

Kemudian tingkat utang berbunga seperti bank dan obligasi dibandingkan dengan aset (debt aset rasio) sebesar 207,9%, di atas batas aman 100%.

Bagaimana dengan rasio ekuitas (DER) yang juga sering digunakan untuk mengukur kesehatan suatu perusahaan? Tentu saja tidak dapat dihitung dan digunakan karena mencerminkan ekuitas negatif.

Perdagangan saham SRIL telah dihentikan sejak 18 Mei 2021 dan akan memasuki bulan ke-34 pada Maret 2024. Sedangkan menurut situs resmi perseroan, laporan keuangan terakhir diterbitkan pada September 2022.

BEI mengatakan bursa dapat melakukan penghapusan (delisting) saham suatu perusahaan tercatat apabila mengalami kondisi atau peristiwa yang berdampak buruk secara material terhadap kelangsungan usahanya, baik secara finansial maupun hukum.

Selain itu, terkait dengan kelanjutan statusnya sebagai perusahaan publik, Perusahaan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang memadai.

Nasib Sritex kini menyedihkan, dulunya dipuji karena bahan dan kualitas pakaiannya. Produknya diminati bahkan untuk seragam militer di berbagai benua. Sebagian besar segmen pasarnya berada di luar negeri.

Sayangnya, pandemi Covid-19 memporak-porandakan bisnis Sritex pada tahun 2020. Pada tahun 2021, Sritex mencatatkan rugi bersih hingga Rp 1,08 miliar atau Rp 16,76 triliun. Padahal dalam sepuluh tahun sebelumnya rata-rata pertumbuhan laba adalah 18,5% per tahun (CAGR).

[Gambas:Video CNBC]

(Amy/Vur)


Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *