Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambruk pada sesi pertama perdagangan Rabu (04/10/2023) di tengah memburuknya sentimen pasar global hari ini, terutama akibat kenaikan imbal hasil (memanen) Obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS).
Hingga pukul 09:42 WIB, saham IHSG ambles 1,15% ke 6.861.035, pagi ini IHSG terkoreksi hingga level psikologis 6.800.
Beberapa sektor yang membebani IHSG hari ini seperti sektor industri yang mencapai 2,25%, sektor material sebesar 2,2%, sektor energi sebesar 1,42%, sektor real estate sebesar 1,1%, dan sektor konsumen non-sumber daya, 1 ,03. %.
Selain itu, beberapa saham juga turut membebani IHSG pada sesi I hari ini. Berikut saham-sahamnya tertinggal IHSG pada sesi I hari ini.
Penerbit | Kode stok | Indeks poin | Harga terakhir | Perubahan harga |
Bank Mandiri (persero) | BMRI | -4.74 | 6025 | -0,82% |
Bank Negara Indonesia (Persero) | BBNI | -2,85 | 10 250 | -1,68% |
Barito Pasifik | BRPT | -2.70 | 1315 | -4,01% |
Bank Rakyat Indonesia (Persero) | BBRI | -2.68 | 5.225 | -0,95% |
Astra Internasional | ASII | -2.36 | 6150 | -0,81% |
Traktor Bersatu | ONTR | -2.32 | 26 375 | -2,31% |
Sumber: Refinitif dan RTI
Saham tiga bank raksasa mendominasi tertinggal IHSG pada sesi I hari ini, dimana PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi saham terbesar dengan raihan 4,7 poin indeks.
Selain saham BMRI, ada saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan indeks 2,8 dan saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan indeks 2,7.
Sentimen negatif datang dari Amerika Serikat (AS) dimana peningkatan hasil (memanen) Obligasi pemerintah AS (US Treasury) kembali menjadi permasalahan pasar dan kembali menyebabkan penurunan pasar saham global.
Memanen Obligasi Treasury 10-tahun yang menjadi acuan naik 19 basis poin (bps) menjadi 4,821%, hampir menyentuh 5% dan merupakan level tertinggi sejak 2007.
Masih mengambang memanen Treasury muncul karena prospek era suku bunga tinggi tampaknya tidak akan berakhir dalam waktu dekat, sehingga menyebabkan meningkatnya kekhawatiran di pasar.
Para penemu kini memperkirakan bahwa suku bunga bisa lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama. Biaya pinjaman yang lebih tinggi berdampak negatif pada dunia usaha dan konsumen.
Menurut Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic, bank sentral tidak perlu menaikkan suku bunga lagi, namun kemungkinan akan memakan waktu lama sebelum penurunan suku bunga dianggap tepat.
Sementara itu, Presiden Fed Cleveland Loretta Mester menyatakan bersedia menaikkan suku bunga lagi, kemungkinan pada pertemuan bank berikutnya.
Sementara itu, ekspektasi pasar terhadap kebijakan ketat The Fed semakin kuat. Alat FedWatch menunjukkan bahwa sekitar 30,9% pelaku pasar memperkirakan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps. Di bulan November. Angka ini naik dibandingkan minggu lalu yang hanya 14%.
Di sisi lain, data menunjukkan lowongan pekerjaan AS meningkat secara tak terduga pada bulan Agustus, memicu kekhawatiran mengenai ketegangan pasar tenaga kerja menjelang laporan utama bulanan pekerjaan AS pada hari Jumat.
Jika data tenaga kerja di Negeri Paman Sam tetap cukup kuat, The Fed berpotensi tidak mengubah pendekatannya. merpati.
Apalagi, jika inflasi AS dalam beberapa bulan mendatang masih jauh dari target The Fed sebesar 2%, maka The Fed juga akan “teguh” mempertahankan posisinya. hawkish-miliknya.
RISET CNBC INDONESIA
Penolakan tanggung jawab: Artikel ini merupakan produk jurnalistik berdasarkan pandangan Riset CNBC Indonesia. Analisis ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembaca membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada di tangan pembaca dan kami tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan ini.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel berikutnya
Dua hari di zona merah: IHSG kembali menguat
(bhd/bhd)
Quoted From Many Source