Jakarta, CNBC Indonesia – Rupee melemah terhadap dolar AS setelah arus modal keluar domestik pada pekan lalu.
Laporan dari RefinitifRupiah dibuka pada Rp15.480 per dolar AS melemah 0,02% terhadap dolar AS. Berbeda dengan penutupan perdagangan Jumat (29/9/2023) yang justru menguat 0,42%.
Sementara itu, Indeks Dolar AS (DXY) pada Senin (10/2/2023) berada di level 106,24 atau menguat 0,02% dari penutupan Jumat (29/9/2023) sebesar 106,22.
Hari ini (10/1/2023) Badan Pusat Statistik (CSTA) akan mempublikasikan data inflasi tahunan yang diperkirakan jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.
Konsensus CNBC Indonesia ang memperkirakan inflasi (secara tahunan) akan berada di kisaran 2,2% dan jika iya maka akan menjadi yang terendah sejak Februari 2022 atau 18 bulan terakhir.
Sementara itu, inflasi bulanan akan meningkat pada September 2023 akibat kenaikan harga beberapa bahan pokok seperti beras dan gula pasir.
Inflasi yang semakin turun (dibandingkan tahun sebelumnya) tentu menjadi kabar baik bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Seperti negara-negara lain, Indonesia harus menghadapi inflasi yang tinggi pasca pecahnya perang Rusia-Ukraina.
Bahkan dalam beberapa kesempatan, Jokowi mengingatkan bahwa inflasi merupakan salah satu permasalahan terbesarnya.
Di tengah sentimen positif mengenai terkendalinya inflasi, tekanan eksternal juga turut melanda Indonesia dan rupiah.
Bank sentral AS (Fed) diperkirakan akan terus menaikkan suku bunga untuk mencapai target inflasi AS sebesar 2%. FYI, AS mencatatkan inflasi tahunan sebesar 3,7% (YoY) pada Agustus 2023, dibandingkan inflasi bulan sebelumnya sebesar 3,2% YoY.
Alat FedWatch CME menunjukkan bahwa 12,2% hasil survei menunjukkan The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) November mendatang. Sementara itu, persentase yang lebih besar ditunjukkan pada pertemuan FOMC bulan Desember: 43,4% percaya bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps.
Tingginya suku bunga di Amerika dan sikap agresif Bank Sentral AS (Federal Reserve) telah memicu arus keluar modal (capital outflow) dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Suku bunga The Fed yang berpotensi menyamai suku bunga Indonesia akan mendorong investor menarik dananya dan memindahkannya ke AS yang notabene merupakan negara maju dan memiliki peringkat utang yang lebih menarik.
Capital outflow ini tercermin dari data transaksi BI 25-27 September 2023: Nonresiden di pasar keuangan domestik mencatatkan penjualan bersih Rp7,77 triliun, termasuk penjualan bersih di pasar surat berharga negara (SBN) Rp7,86 triliun, neto. penjualan Rp 2,07 triliun di pasar saham dan pembelian bersih Surat Berharga Bank Indonesia Rupiah (SRBI) Rp 2,16 triliun.
Hal ini perlu diwaspadai oleh pelaku pasar karena dapat memberikan tekanan terhadap rupee terhadap dolar AS.
RISET CNBC INDONESIA
[email protected]
Penolakan tanggung jawab: Artikel ini merupakan produk jurnalistik berdasarkan pandangan Riset CNBC Indonesia. Analisis ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembaca membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada di tangan pembaca dan kami tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan ini.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel selanjutnya
Rupiah perkasa, akhirnya dolar pamit Rp 15.300
(v/v)
Quoted From Many Source